Haedar Sebut Empat Nilai Spiritualitas dalam Ibadah Puasa

0
9

KABAREWISATA.COM — Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Dr H Haedar Nashir, MSi, mengatakan, puasa merupakan proses pembentukan ketakwaan, yang secara ideal melahirkan spiritualitas utama dan luhur.

“Puasa tidak boleh hanya menjadi ibadah rutinas tahunan, tetapi mesti ada signifikansi peningkatan kualitas diri setiap umat Islam,” kata Haedar, Selasa (21/3/2023), yang kemudian menguraikan beberapa poin penting terkait nilai-nilai spiritualitas ibadah puasa.

Pertama, puasa momentum untuk semakin dekat dengan Allah SWT. Puasa sebagai bagian dari ibadah mahdlah merupakan aktivitas yang hanya boleh dilakukan karena Allah SWT. “Tunduk dan patuh kepada Allah dengan menjalankan ibadah puasa merupakan satu langkah untuk menjadi insan yang baik,” papar Haedar.

Menurutnya, insan yang tidak mungkin tergoda melakukan perkara-perkara yang dilarang agama seperti risywah, namimah, dan madzmumah.

Orang yang dekat dengan Allah SWT, ia tidak akan menyimpang, tidak akan korupsi. Ia tidak akan menyeleweng dan melakukan hal-hal buruk lainnya, hatta ia memiliki peluang (berbuat buruk).

“Dengan puasa akan terjadi gerakan spiritualitas tertinggi, di mana setiap muslim akan terjaga hidupnya,” ucap Haedar.

Kedua, puasa momentum untuk membiasakan akhlak mulia. Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW untuk menyempurnakan akhlak manusia.

Puasa merupakan salah satu cara untuk membentuk akhlak yang mulia. “Orang yang berpuasa secara sungguh-sungguh, seluruh jiwanya akan tunduk dengan penuh kepasrahan kepada Allah SWT,” ujar Haedar.

Mereka akan senantiasa menyebarkan pesan-pesan kebaikan disertai dengan perilaku yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan moral.

Puasa dijadikan sarana untuk menundukkan diri agar kita tidak menjadi orang-orang yang berlebihan. “Karena puasa mengajarkan kita untuk belajar untuk tidak berlebihan,” tandasnya.

Bagi Haedar, sikap hidup mewah bertentangan dengan kebiasaan dan kebaikan puasa maupun ajaran agama secara keseluruhan.

Ketiga, puasa momentum menjaga persatuan dan persaudaraan. Orang yang berpuasa pandai mengendalikan diri. “Terutama dari emosi amarah dan kebencian,” terang Haedar.

Segala bentuk pertengkaran dan permusuhan akan dijauhi. Sekalipun terdapat perbedaan paham yang begitu hebat, orang yang berpuasa akan senantiasa cinta damai dan persaudaraan.

Di dalam diri orang yang berpuasa, tidak ada tempat yang tersisa bagi para pemuja amarah dan pemantik konflik.

Puasa mengajarkan hidup damai, rukun dan diajarkan untuk hidup bersatu dan bersaudara. “Puasa harus melahirkan gerakan sosial kebangsaan yang membuat kita kaum muslim sebagai kekuatan perekat bangsa dan pembawa perdamaian yang mencegah konflik,” kata Haedar.

Keempat, puasa momentum untuk hidup penuh toleran. Perbedaan penentuan tanggal untuk hari-hari besar umat Islam, misalnya, tidak perlu menjadi bahan olok-olokan. “Puasa seharusnya menjadikan diri kita insan yang tasamuh, toleran, membawa pada ukhuwah,” ungkap Haedar.

Dengan toleran, kata Haedar, kita hidup saling menghormati. “Maka, para ilmuwan, ulama, mubaligh dan semuanya ketika menemui perbedaan, kita harusnya semakin dewasa dan tasamuh,” tegasnya.

Haedar berharap, dengan hadirnya puasa Ramadan ini akan melahirkan pribadi-pribadi yang luhur dan utama. “Yaitu menjadi orang yang semakin dekat dengan Allah SWT, terbiasa melakukan perilaku akhlak mulia, senantiasa menjaga persatuan dan persaudaraan, dan membangun kehidupan yang penuh toleran di antara perbedaan,” kata Haedar. (Fan)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here