KABAREWISATA.COM – Warga Yogyakarta selama ini mengandalkan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan, Kabupaten Bantul, untuk membuang sampah yang sebelumnya dikumpulkan di TPS atau depo pembuangan sampah.
Volume sampah yang masuk mencapai 750-900 ton per hari sehingga membuat TPA Piyungan semakin kewalahan mengelola sampah.
Tempat Pemprosesan Akhir (TPA) Piyungan yang selama ini menampung sampah dari sejumlah daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta ditutup sementara hingga 5 September 2023.
Keputusan menutup TPA Regional Piyungan di Bantul itu tercantum dalam surat yang diteken Sekretaris Daerah DIY Beny Suharsono tertanggal 21 Juli 2023.
Penutupan dikarenakan lokasi zona eksisting TPA Regional Piyungan yang sudah sangat penuh dan melebihi kapasitas. Oleh karenanya, pelayanan sampah di TPA Regional Piyungan tidak dapat dilakukan per 23 Juli 2023 hingga 5 September 2023.
Seperti disampaikan Dr H Nur Ahmad Ghojali, S.Ag, MA, warga Yogyakarta, tumpukan sampah di beberapa titik wilayah Kota Yogyakarta mulai terlihat akibat dampak penutupan dari TPA Piyungan. “Misalnya di beberapa kawasan Pasar Kranggan dan lainnya,” kata Nur Ahmad Ghojali, Jum’at (28/7/2023).
Menurut Nur Ahmad Ghojali, sampah di kawasan itu sudah mulai meluber ke pinggir jalan dan ditutup dengan terpal. “Tetapi tetap menimbulkan bau yang tak sedap,” keluhnya.
Saking banyaknya tumpukan sampah, terpal yang dipakai tersebut tak lagi mampu untuk menutup.
Banyak dinamika yang terjadi di lapangan. Salah satunya, masih banyak warga yang belum memilah sampahnya karena tidak tahu cara memilahnya dan ke mana sampah anorganik harus dikelola?
Maka, diperlukan upaya yang cepat. Dua hal yang harus diprioritaskan, seperti disampaikan Nur Ahmad Ghojali, untuk mendukung gerakan nol sampah. Pertama, menyediakan layanan bank sampah yang aktif dan siap menampung sampah anorganik dan organik masyarakat.
“Selain membangun bank sampah, harus menyiapkan sistem bank sampah yang kuat dari sisi kelembagaan karena bisa jadi tabungan dan sadaqah, sumber daya manusia dan ekosistem jual beli dan daur ulang sampahnya,” kata Nur Ahmad Ghojali.
Kedua, masyarakat harus dibekali wawasan yang memadai tentang cara memilah sampah dan mengelola sampah mandiri. “Edukasi harus diberikan merata untuk seluruh masyarakat,” ungkap Nur Ahmad Ghojali.
Solusi ini, menurut Nur Ahmad Ghojali, juga membantu petugas persampahan untuk menertibkan masyarakat, menjadikan sampah jadi berkah.
Gerakan nol sampah harus didukung agar Yogyakarta bisa bebas dari masalah sampah ke depan. “Pengolahan sampah menjadi berkah melalui sadaqah, infak sampah maupun bank sampah mandiri,” papar Nur Ahmad Ghojali yang juga Analis Kebijakan Publik Yogyakarta. (Fan)