KABAREWISATA.COM – Salah satu bentuk kekayaan bangsa Indonesia adalah bahasa. Dan bahasa daerah di Indonesia cukup banyak jumlahnya, yaitu 718 bahasa. Di Kalimantan memiliki 54 bahasa daerah, menurut Data Pokok Kebahasaan dan Kesastraan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
Bahasa-bahasa daerah tersebut dalam lingkungan masyarakat penuturnya ada yang kondisinya masih bisa bertahan dan eksis digunakan.
Tetapi sebagian lainnya ada yang mengalami fase kemunduran, rentan, kritis, bahkan terancam punah. Salah satu faktor penyebab bahasa daerah mengalami fase-fase tersebut karena banyaknya penutur jati yang tidak lagi menggunakan dan mewariskan bahasanya ke generasi berikutnya.
Fenomena kebahasaan inilah yang memunculkan lahirnya Revitalisasi Bahasa Daerah (RBD) yang merupakan bagian dari program “Mas Menteri” Merdeka Belajar ke-17.
Sekaligus menjadi salah satu program unggulan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi yang kemudian ditindaklanjuti oleh Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Barat.
Sebagai langkah awal pelindungan bahasa daerah di Kalimantan Barat, Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Barat melaksanakan Rapat Koordinasi Antarinstansi yang dilaksanakan di Hotel Qubu Resort pada 4 – 6 Maret 2024 dihadiri Staf Ahli Gubernur Bidang Sosial dan Sumber Daya Manusia Drs Alexander Rombonang, MMA.
Hadir pula Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Pontianak Usman AR, Kepala Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra Dr Muh. Abdul Khak, M.Hum, Staf Ahli Bupati Kubu Raya Bidang Kemasyarakatan dan Sumber Daya Manusia Drs. Arianto, M.Si dan Staf Ahli Bupati Sanggau Bidang Pemerintahan, Hukum dan Politik Rizma Aminin, SIP, M.Si.
Selain memberikan pandangan tentang kondisi dan persebaran bahasa daerah di wilayahnya, pejabat Pemda ini juga menyampaikan kebijakan daerah terhadap pelindungan bahasa dan budaya daerah.
Pada kesempatan itu perwakilan gubernur, bupati dan walikota menyatakan komitmen dan dukungannya terhadap Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Barat dalam upaya pelindungan bahasa daerah dengan penandatangan komitmen bersama disaksikan Majelis Adat Budaya Melayu Prof Dr Chairil Effendy, MS dan Ketua Pemangkou Poyo Tono Hibun Kabupaten Sanggau Dr Marina Rona, SH, MH serta budayawan Sanggau dan Kota Pontianak.
Bahasa daerah, khususnya Melayu dan Hibun, perlu direvitalisasi agar kedua bahasa tersebut bisa tetap eksis di masyarakat penuturnya. (*/Fan)