Kasus Perundungan di Kota Pelajar Meningkat, Ini yang Dilakukan DP3AP2KB Kota Yogyakarta

0
3
Ilustrasi Perundungan (ist)

KABAREWISATA.COM – Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Yogyakarta mencatat adanya peningkatan kasus kekerasan psikis atau perundungan terhadap anak di Kota Pelajar ini.

Berdasarkan data DP3AP2KB Kota Yogyakarta, kasus kekerasan psikis terhadap anak pada tahun 2023 hingga bulan Mei tercatat ada 21 kasus, 12 di antaranya menimpa perempuan dan 9 laki-laki. Hal itu mengalami peningkatan dibanding dua tahun sebelumnya.

Sementara itu pada tahun 2022 menimpa 19 anak, 6 laki-laki dan 13 perempuan. Tahun 2021 tercatat 14 anak menjadi korban, 13 perempuan, dan 1 laki-laki.

Kepala DP3AP2KB Kota Yogyakarta, Edy Muhammad, mengungkapkan ada sejumlah hal yang dapat memicu perundungan. Mulai dari kondisi keluarga yang tidak harmonis, faktor pertemanan yang tidak baik, hingga paparan tindakan kekerasan.

“Pertama munculnya permasalahan ini dari keluarga yang kurang harmonis. Kemudian kekerasan seperti di gim, dengan pentungan, tembakan dan sebagainya bisa merusak jiwa anak. Ketiga kadang pertemanan kurang selektif, sebenarnya anak yang baik, tapi teman kurang, terus diajak kelompok yang akhirnya berbuat kekerasan,” ujar Edy.

Disampaikan Edy, untuk penanganan terhadap kasus perundungan sebenarnya sudah ada satgas khusus yang menangani. Setiap kalurahan di Kota Yogyakarta ada dua. Termasuk di lembaga pendidikan dari jenjang TK hingga SMP yang berada di bawah pemerintah Dinas Pendidikan Kota Jogja juga sudah ada satgas Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA).

“Satgas itulah yang nantinya menangani jika ada kasus perundungan. Mekanismenya kalau di sekolah selain dari guru BK, bisa melaporkan ke kami,” ujar Edy.

Selain itu pelaporan juga bisa melalui Jogja Smart Service (JSS) melalui hotline service SIKAP yaitu Sistem Aplikasi Aduan Kekerasan Anak & Perempuan. Nantinya satgas yang berada di lokasi pelapor akan bergerak dan melakukan pendampingan.

“Kita lakukan pendampingan pskis anak. Termasuk jika ada masalah hukum ada konselor hukumnya,” kata Edy.

Jika banyak kejadian di suatu sekolah atau lingkungan wilayah, maka akan dilakukan reintegrasi sosial, agar kasus tidak terulang lagi. Penanganan ini akan melibatkan semua unsur, baik jika terjadi di sekolah maupun di lingkungan masyarakat.

Upaya pencegahan kasus perundungan pun diakui Edy sudah dilakukan. Langkah yang dilakukan mulai menggandeng anak yang relatif muda usia 10–18 tahun dengan konsep dijadikan 2P atau Pelopor dan Pelapor. Selain itu juga dijenjang usia 15–24 tahun digandeng untuk masuk forum Genre maupun PIK-R (Pusat Informasi Konseling Remaja).

“Sehingga bisa menjadi konselor sebaya, mereka bisa menjaring permasalahan mereka. Dengan Disdik juga sinergi meningkatkan kegiatan yang produktif selain belajar mengajar,” ujar Edy.

Dia juga mengimbau bahwa untuk mencegah kasus perundungan perlu peran serta berbagai pihak, termasuk orang tua.

“Pertama orang tua, harus membuat keluarga jadi hal utama untuk anak. Bangun keluarga harmonis, anak tumbuh kembang baik. Kemudian anak juga harus berkegiatan positif, jika ada kekerasan harus berani melapor,” pungkasnya. (*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here