Wisatawan Membludak di Yogyakarta, Okupansi Hotel Malam Tahun Baru Justru Tertahan

0
10
Suasana Titik Nol KM Malioboro Yogyakarta yang dipadati pengunjung - (Foto: Kabare Wisata)

KABAREWISATA.COM – Arus wisatawan yang memadati Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selama libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) belum sepenuhnya berbanding lurus dengan tingkat hunian hotel di malam pergantian tahun.

Di tengah lonjakan kunjungan wisata, reservasi hotel untuk tanggal 30–31 Desember 2025 justru masih tergolong rendah.

Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY mencatat, hingga Senin (29/12/2025) tingkat pemesanan kamar hotel untuk malam tahun baru baru berada di kisaran 20 hingga 45 persen.

Angka tersebut dinilai jauh dari harapan pelaku industri perhotelan dan lebih rendah dibandingkan periode serupa tahun-tahun sebelumnya.

Ketua PHRI DIY, Deddy Pranowo Eryono, mengungkapkan bahwa sepanjang 25–29 Desember 2025, okupansi hotel di DIY sejatinya menunjukkan tren yang sangat positif.

Rata-rata tingkat hunian mencapai 80 persen, bahkan hotel-hotel di kawasan strategis seperti Malioboro mencatat okupansi hingga 95 persen.

“Okupansi selama libur Natal cukup menggembirakan. Namun, untuk malam pergantian tahun, reservasi masih rendah, hanya sekitar 20–45 persen. Ini di bawah ekspektasi kami,” ujar Deddy, Senin (29/12/2025).

Lesunya pemesanan hotel menjelang tahun baru diduga dipengaruhi sejumlah faktor. Salah satunya adalah imbauan pemerintah untuk tidak menyalakan kembang api, sebagai bentuk empati terhadap bencana alam yang terjadi di berbagai daerah.

Imbauan tersebut dinilai berdampak pada minat wisatawan yang biasanya menjadikan pesta kembang api sebagai bagian dari perayaan malam tahun baru.

Hal senada disampaikan General Manager Royal Darmo Malioboro Hotel, Joko Paromo. Menurutnya, meskipun okupansi hotel selama libur panjang tergolong tinggi, atmosfer perayaan tahun baru kali ini terasa berbeda.

“Dari tanggal 18 sampai 28 Desember, okupansi sangat baik, bahkan mencapai 85 persen karena libur sekolah. Namun untuk malam tahun baru, masih di kisaran 60 persen. Di Malioboro dan Mangkubumi bisa tembus 80 persen, tetapi hotel di area pinggiran masih stagnan di angka 50–60 persen,” jelasnya, Selasa (30/12/2025).

Joko mengakui, absennya pesta kembang api menjadi salah satu alasan wisatawan menunda atau membatalkan rencana menginap.

“Beberapa tamu menyampaikan, tanpa kembang api, suasana tahun baru terasa kurang greget,” katanya.

Meski demikian, pelaku industri perhotelan di Yogyakarta tetap menyimpan optimisme.

Mereka berharap sisa waktu menjelang malam pergantian tahun dapat dimanfaatkan untuk mendongkrak tingkat hunian, sekaligus mengajak masyarakat menyambut 2026 dengan semangat kebersamaan dan empati.

“Tahun baru kali ini mungkin tanpa kembang api, tapi semangatnya harus tetap menyala. Kita sambut 2026 dengan harapan baru, lebih sukses, bahagia, dan damai,” kata Joko.

Di tengah dinamika tersebut, pelaku pariwisata berharap sinergi antara pemerintah dan pelaku usaha terus diperkuat, agar Yogyakarta tetap mampu menghadirkan daya tarik yang aman, hangat, dan berkesan bagi wisatawan, kapan pun musim liburan tiba. (mar)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here