KABAREWISATA.COM – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Dr H Haedar Nashir, M.Si, sampaikan rasa terima kasih atas penghargaan Zayed Award 2024 yang diberikan kepada Muhammadiyah.
Haedar menyampaikan, Zayed Award yang diberikan kepada Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama menjadi berkah bagi gerakan dua Ormas Islam terbesar di Indonesia.
“Dengan adanya penghargaan ini kami semakin semangat untuk terus bekerja maksimal dalam menjalankan peran kemanusiaan di tingkat lokal, nasional, regional, dan internasional,” tutur Haedar dalam sambutannya saat menerima Zayed Award 2024 pada Senin (5/2/2024) malam bertempat di The Founder’s Memorial, Abu Dhabi.
Haedar menyebutkan, penghargaan Zayed ini Muhammadiyah persembahan khusus kepada dunia kemanusiaan universal yang bekerja tanpa kenal lelah untuk menciptakan persaudaraan, perdamaian, kebaikan, toleransi, kebijaksanaan dan kemajuan bagi semua orang tanpa diskriminasi.
“Kami akan terus meningkatkan kerja sama dengan berbagai pihak di tingkat global,” kata Haedar Nashir.
Khususnya dengan The Higher Community of Human Fraternity (HCHF) dan The Muslim Council of Elders (Majelis Hukama Al-Muslimin) dalam peran persaudaraan universal dan kemanusiaan, khususnya yang mengedepankan kebijaksanaan, keadilan, nilai-nilai dan karakter yang mandiri dan moderat di dunia.
Haedar mengungkapkan, Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam sejak lahirnya pada tahun 1912 hadir untuk persaudaraan kemanusiaan bagi seluruh umat.
Muhammadiyah yang berlandaskan teologi Al-Ma’un mempunyai pengalaman sejarah yang mendalam tentang gerakan Islam moderat dalam mengedepankan cara hidup bersama dalam pola pikir terbuka, toleran, peran kemanusiaan, dan lingkungan damai. “Meskipun ada keberagaman agama, suku, budaya dan kelompok sosial dalam masyarakat di Indonesia,” papar Haedar.
Dalam pandangan Muhammadiyah, dakwah Islam adalah upaya penerapan Islam dalam kehidupan nyata sebagai sarana transformasi sosial menuju kemajuan, kebaikan, keadilan, kesejahteraan, dan terpenuhinya kepentingan umum. “Tanpa memandang ras, suku, kelompok sosial, agama, jenis kelamin,” tegas Haedar.
Selain itu, Muhammadiyah juga mengembangkan persaudaraan kemanusiaan dalam kehidupan bermasyarakat melalui pembangunan lembaga pendidikan, lembaga kesehatan, kepedulian sosial, pemberdayaan ekonomi, pengembangan masyarakat dan upaya lainnya.
Gerakan tersebut dinamakan “Muhammadiyah for All”, Muhammadiyah untuk semua. Di wilayah timur Indonesia, seperti Papua dan Nusa Tenggara Timur, mayoritas penduduknya beragama non-muslim, Muhammadiyah telah membangun lembaga-lembaga inklusif, termasuk hadirnya empat universitas di Papua dan dua universitas di NTT.
“Muhammadiyah menggalakkan integrasi sosial bagi warga sekitar yang sebagian besar beragama Kristen dan Katolik,” jelas Haedar.
Dalam konteks global, Muhammadiyah telah memainkan peran penting dalam penyelesaian konflik di Filipina bagian selatan dan Thailand bagian selatan. Muhammadiyah juga telah menjalankan program kemanusiaan di Rohingya dan Cox’s Bazar di Bangladesh.
Muhammadiyah juga membangun Madrasah di Beirut untuk anak-anak Palestina dan satu sekolah di Rahine untuk anak-anak Rohingya. “Semua itu dilatarbelakangi oleh rasa kemanusiaan dan kesadaran bahwa dalam peradaban modern, seluruh umat manusia berhak hidup bahagia dan hidup berdampingan secara damai tanpa adanya diskriminasi, penderitaan, dan penindasan,” tutur Haedar.
Guru Besar Sosiologi ini mengatakan, upaya-upaya yang dilakukan Muhammadiyah dalam rangka persaudaraan umat manusia pada hakikatnya adalah wujud semangatnya untuk menghadirkan Islam sebagai agama amal dan pencerahan.
“Islam sebagai Din al-‘amal wa al-tanwir. Islam adalah agama yang senantiasa menginspirasi tindakan-tindakan yang memberdayakan dan memperbaiki kehidupan manusia,” kata Haedar.
Semangat kemanusiaan ini juga dilandasi oleh nilai-nilai Islam sebagai “Din al-Salam”, yaitu agama perdamaian, keselamatan hidup manusia, dan persaudaraan manusia untuk semua. (Fan)