KABAREWISATA.COM – Puncak upacara adat Merti Bumi Mustikaning Warih di Sasana Bumi Arum Kalurahan Girirejo, Kapanewon Imogiri, Kabupaten Bantul, berlangsung sakral dan meriah.
Ribuan warga antusias menyaksikan merti bumi dan kirab budaya sampai selesai dalam upacara yang digelar Sabtu, 23 Juli 2022 tersebut. Hal itu merupakan ungkapan rasa syukur atas karunia Tuhan Yang Maha Kuasa berupa kesehatan dan kesejahteraan.
Upacara adat Merti Bumi Mustikaning Warih — yang difasilitasi Dinas Kebudayaan DIY — berlangsung sejak pagi. Diawali Bregada Girinata, diikuti oleh pusaka Kyai Mangundikrama dan Kyai Suradipraya, tujuh gadis cantik pembawa kendi berisi air dari tujuh sendang, gunungan hasil bumi. Dan, yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat, yaitu gunungan keris.
Arak-arakan kirab yang kaya simbol dan makna tersebut berhasil menyedot perhatian pengunjung. Pusaka Kyai Mangundikrama dan Kyai Suradipraya melambangkan penghargaan kepada para pendiri kalurahan Girirejo.
Sedangkan air suci yang diambil dari tujuh sendang (kali) di Girirejo bermakna pitulungan (pertolongan) Tuhan-lah terhadap masyarakat Girirejo hingga bisa sejahtera lahir dan batin.
Gunungan hasil bumi melambangkan kemakmuran masyarakat Girirejo. Sedangkan gunungan keris menunjukkan identitas Girirejo sebagai sentra kerajinan keris, khususnya warangka keris.
Menurut Dwi Yuli Purwanti, SH, Lurah Girirejo, berbeda dari gunungan hasil bumi yang diperebutkan warga, gunungan keris dijadikan doorprize.
Gunungan keris memang sengaja tidak di-rayah (diperebutkan) karena dikhawatirkan keris-keris yang diperebutkan justru menjadi rusak dan tak berguna. “Selain itu, karena keris merupakan senjata tajam, maka dapat membahayakan masyarakat yang memperebutkannya,” terang Dwi Yuli Purwanti.
Yuli menambahkan, ada 70 keris sumbangan dari para perajin keris Girirejo yang dibagikan kepada masyarakat secara gratis. “Selain sebagai upaya merevitalisasi keris sebagai karya seni dan budaya, juga mendorong tumbuhnya rasa cinta kepada budaya bangsa,” jelasnya.
Di belakang Bregada Girinata, berbaris kelompok-kelompok budaya masyarakat, seperti kelompok karawitan, hadroh, tari, drumband SD Pundung dan komunitas Doger Macan Gembong.
Keikutsertaan mereka dalam kirab ini sebagai wujud semangat pelestarian dan pengembangan budaya lokal. Apalagi, saat ini Girirejo juga sudah menyandang status sebagai kalurahan budaya.
Upacara adat dimulai setelah seluruh peserta kirab memasuki Sasana Bumi Arum. Tujuh gadis pembawa air suci naik ke pendapa diikuti oleh rois, lurah dan lima tokoh masyarakat. Mereka duduk menghadap ke ambengan dan pengaron. Tak berapa lama, rois pun segera memimpin doa syukur dan permohonan kepada Tuhan agar di tahun mendatang masyarakat Girirejo selalu berlimpah rahmat dan barokah dari Tuhan Yang Maha Pemurah.
Air suci tujuh sendang lalu disatukan dalam satu pengaron. Oleh rois, satu siwur air suci itu dituangkan ke dalam sebuah bokor. Upacara pun memasuki tahap Peparing Idi Pangestu.
Bergantian, KPH Yudonegara, RM Donny Surya Megananda sebagai wakil dari Dinas Kebudayaan DIY, dan Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Bantul, mencipratkan air suci kepada Dwi Yuli Purwanti, SH (Lurah Girirejo) dan kepada lima tokoh masyarakat Girirejo.
Upacara tersebut dimaksudkan sebagai pemberian doa keselamatan dan penyemangat kepada para tokoh masyarakat sebagai wakil masyarakat Girirejo.
Dalam pandangan Tim Monev Pengembangan Kalurahan Budaya Dinas Kebudayaan DIY, kegiatan Merti Bumi Mustikaning Warih ini perlu didukung.
Diharapkan, kegiatan ini bisa melibatkan generasi muda sehingga mereka memahami makna adiluhung dari upacara adat ini serta mau untuk melestarikannya.
(Fan)