KABAREWISATA.COM – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, mengatakan, Pemuda Indonesia memiliki jejak sangat penting dalam sejarah perjuangan dan pembentukan Indonesia merdeka. “Satu di antara tonggak Indonesia yang monumental itu ialah Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928,” kata Haedar Nashir, Selasa (28/10/2025).
Menurut Haedar, peristiwa Sumpah Pemuda tersebut memberi pesan kuat. “Ibarat lukisan di atas kanvas dengan goresan tinta emas pada panggung sejarah Indonesia,” ujarnya.
Pertama, betapa para pemuda Indonesia saat itu yang dipelopori oleh Wage Rudolf Supratman dengan lagu Indonesia Raya-nya, Soegondo, Muhammad Yamin serta putra dan putri Indonesia lainnya berjuang gigih untuk mewujudkan adanya Kongres sejak tahun 1926 di kota Batavia atau Jakarta saat itu.
“Kongres sebagai penghimpunan kekuatan kaum muda untuk kemerdekaan Indonesia,” jelas Haedar dalam Refleksi Sumpah Pemuda.
Haedar menegaskan, kongres bagi para pemuda Indonesia saat itu merupakan wujud kehendak bersama untuk tujuan merdeka. “Sekaligus membentuk sebuah bangsa dan negara yang berdaulat,” tandasnya.
Jiwa perjuangan tersebut, kata Haedar, sejalan dengan pandangan Ernest Renan, sejarawan dan filsuf ternama dari Perancis yang sering dikutip pendapatnya oleh Soekarno.
“Bahwa bangsa terjadi karena adanya keinginan untuk hidup bersama dengan jiwa solidaritas yang luhur. Spirit untuk bersama membangun bangsa itulah sebagai mutiara berharga dari para pemuda Indonesia di era kebangkitan nasional awal abad ke-20,” papar Haedar Nashir.
Kedua, Sumpah Pemuda 1928 secara tegas membuktikan persatuan kaum muda sebagai kunci utama menuju Indonesia merdeka di tengah keberagaman. “Lahirlah tiga ikrar bersejarah yang sangat substansial,” ungkap Haedar.
Butir penting ikrarnya ialah: “Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia”. Kedua: “Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia”. Ketiga: “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”.
“Satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa Indonesia itu merupakan warisan nilai sangat berharga yang terus hidup dalam perjalanan Indonesia yang mengandung jiwa yang hidup untuk kelangsungan negara Republik Indonesia sepanjang masa,” papar Haedar.
Haedar merefleksikan bahwa di tubuh bangsa ini banyak generasi muda yang memiliki potensi dan prestasi di berbagai bidang kehidupan, termasuk dalam penguasaan saintek, khususnya teknologi digital.
“Masih banyak anak-anak bangsa yang berkarakter positif untuk bekerja keras meraih kesuksesan dalam pendidikan dan dimensi kehidupan lainnya,” kata Haedar.
Dengan segala keterbatasan banyak anak-anak Indonesia yang kondisi ekonominya tidak atau kurang berkemampuan, namun menunjukkan prestasi dan semangat hidup yang tinggi.
“Terdapat banyak anak muda Indonesia yang jujur, terpercaya, cerdas, berilmu, ber-keahlian dan berkarakter kuat sebagai modal ruhaniah yang penting bagi masa depan bangsa,” jelas Haedar.
Presiden Prabowo dalam pidato dan arahannya di hadapan para Menteri Kabinet Merah Putih menyebutkan, berdasarkan statistik, sekitar 1 persen dari total populasi suatu negara memiliki IQ di atas 120.
Dengan populasi Indonesia mencapai 287 juta jiwa, diperkirakan ada lebih dari 2 juta anak berpotensi tinggi yang dapat menjadi aset bangsa jika ditemukan dan dibina secara tepat.
“Keyakinan Presiden tersebut menunjukkan optimisme akan potensi generasi bangsa Indonesia yang penting untuk terus digali dan dikembangkan melalui lembaga pendidikan dan pranata kebudayaan yang strategis lainnya,” imbuh Haedar.
Haedar mengatakan, masih perlu perhatian akan sejumlah masalah yang dihadapi generasi muda Indonesia. Selain masalah lapangan kerja yang penting untuk menjamin kesejahteraan mereka, kaum muda Indonesia juga memiliki problem sosial yang tidak boleh diabaikan.
Polarisasi sosial sebagaimana tampak di media sosial akibat perbedaan orientasi politik, sosial, keagamaan dan lain-lain, tidak kalah mengemuka untuk menjadi agenda bersama. “Bagaimana merekat dan menyatukan mereka dalam spirit persatuan Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika di dunia nyata,” kata Haedar.
Bagi Haedar, problem kesehatan mental akibat berbagai tekanan hidup yang sarat beban di kalangan kaum milenial dan generasi-z dapat menjadi ancaman sosial baru bagi masa depan pemuda Indonesia.
“Krisis dan tekanan mental ini dapat berujung pada penyakit alienasi, frustasi, depresi dan segala aspek sosiapatik atau generasi muda yang mengalami sakit secara individual dan sosial,” papar Haedar.
Katanya, bila problem psikososial ini berkelanjutan akan melumpuhkan saraf kehidupan generasi muda sebagai pewaris masa depan Indonesia.
Masalah lain adalah kemiskinan literasi dan etika digital yang dialami generasi belia Indonesia. Sebagaimana temuan Microsoft tahun 2022 bahwa tingkat digility orang Indonesia rendah dalam kehidupan dunia digital dan media sosial.
Problem literasi dan etika digital tersebut jika dibiarkan akan mengarahkan pada krisis kehidupan secara luas seperti dideskripsikan oleh Francis Fukuyama tentang fenomena “The Great Disruption”, yakni kerusakan dan perubahan dramatis dalam tatanan sosial dan moralitas serta terjadinya kemunduran nilai-nilai dan etika kehidupan.
“Goncangan besar yang merusak struktur sosial dan kemanusiaan tersebut dapat mengancam masa depan umat manusia, termasuk di dalamnya generasi muda,” tutur Haedar.
Kata Haedar, kaum muda juga makin menyebar peran dan arena diasporanya dalam berbagai institusi publik, termasuk dalam kepemimpinan di pemerintahan.
Namun, bersamaan dengan itu pragmatisme, oportunisme, materialisme dan hedonisme mulai menggejala dalam kehidupan sebagian kaum muda Indonesia. “Mentalitas menerabas, hidup dalam gelimang materi dan kesenangan inderawi serta menempuh segala cara dalam mencapai tujuan dapat merusak jati diri dan keberadaan generasi muda Indonesia yang semestinya menjadi pewaris masa depan Indonesia,” ujar Haedar.
Karenanya, Haedar berharap seluruh pemuda Indonesia dalam berbagai struktur demografi dan lingkup sosialnya yang heterogen dapat menyerap warisan nilai dan spirit perjuangan para pemuda Indonesia dalam Kongres tahun 1928 yang bersejarah itu.
Selain itu, generasi muda Indonesia saat ini hendaknya menyerap nilai kegigihan, karakter luhur dan spirit bersatu pada diri kaum muda yang melahirkan Sumpah Pemuda.
Kaum muda Indonesia, kata Haedar, jangan bersembunyi di balik jubah kesuksesan dan proteksi para orang tuanya. “Sebab, hal itu dapat melemahkan jiwa dan masa depannya yang sarat tantangan,” tandas Haedar.
Haedar berharap, jadilah diri sendiri yang sukses meraih masa depan dengan jiwa mandiri sembari tetap menjaga sikap hormat kepada orang tua sebagai bukti keluhuran budi pekerti kaum muda Ibu Pertiwi. (Fan)
















