KABAREWISATA.COM – Proses hukum tindak pidana kekerasan seksual dan pemerkosaan, sebatas menghukum pelaku. Sementara, perlindungan terhadap korban terabaikan.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram (UWM), Dr Aida Dewi, SH, MH, menyatakan, para korban kekerasan seksual — terutama perkosaan — umumnya merana.
Proses peradilan di sini hanya memroses pelaku tindak pidana pemerkosaan. “Belum sepenuhnya ada perlindungan kepada korban, baik dari tingkat penyidikan, penuntutan maupun putusan,” kata Aida saat orasi ilmiah, Jum’at (7/10/2022).
Pendapatnya itu disampaikan pada Dies Natalis ke-40 UWM di Kampus Terpadu Jalan Tata Bumi Selatan, Banyuraden, Gamping, Sleman.
Peringatan Pancawindu UWM dibuka Ketua Senat/Rektor UWM Prof Dr Edy Suandi Hamid, M.Ec dan dihadiri Ketua LLDIKTI Wilayah V DIY Prof Aris Junaidi, Ph.D.
Aida menegaskan, proses peradilan kejahatan seksual hanya memroses pelaku tindak pidana pemerkosaan. “Sementara, korban yang mengalami luka psikomatis maupun moral tidak diberikan perlindungan dan jaminan masa depan yang lebih baik dari segi hukum, ekonomi, psikologi, dan lainnya,” ungkap Aida.
Menurutnya, para penegak hukum perlu melakukan tindakan secara faktual agar dapat memberikan rasa aman, nyaman, perlindungan dan pemenuhan hak ekonomi korban kekerasan seksual.
Menurutnya, hakim perlu memberikan putusan untuk korban perkosaan berupa pembayaran ganti rugi atau bantuan ekonomi oleh pelaku kepada korban. “Meskipun hal tersebut tidak menghilangkan tanggung jawab pidana pelaku,” katanya.
Bagi Aida, hakim jangan sebatas memutus perkara sesuai dengan prosedur yang baku. “Perlu ditegakkan nilai keadilan substantif atau keluar dari cara-cara konvensional dengan menembus kebuntuan hukum atau peraturan perundang-undang dan mengembalikan posisi penegak hukum ke posisi semula, yaitu menjadi institusi yang mampu mewujudkan keadilan substantif,” paparnya.
Para pelaku tindak pidana pemerkosaan, kata Aida, juga harus bertanggung jawab atas pemulihan fisik dan psikis korban. “Bahkan mereka harus menanggung biaya dan upaya penyembuhan korban,” tandasnya.
Aida mengusulkan agar DPR RI membuat atau merevisi undang-undang tindak pidana pemerkosaan yang memberikan putusan terberat kepada pelaku dan memberikan perlindungan hukum kepada korban atas kerugian baik materiil maupun immaterial.
“Hukuman pelaku pemerkosaan nilainya harus setara dengan kerugian yang didera korban agar hukuman out benar-berimplikasi efek jera ke pelaku,” ujar Aida. (fan)