KABAREWISATA.COM – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) dengan tegas menyuarakan keprihatinan mendalam terhadap kondisi demokrasi di Indonesia yang semakin tergerus oleh pelanggaran prinsip-prinsip demokrasi.
“Mulai dari menabrak batas undang-undang, melangkahi norma-norma keadaban, bahkan meludahi etika berwarganegara,” kata Rendi Herinarso, Presiden BEM UAD, Senin (5/2/2024), di Hall Kampus 4 UAD Yogyakarta.
BEM UAD merasa perlu untuk menyoroti sikap Presiden, yang bukannya menunjukkan sikap kenegarawanan, melainkan menampilkan wajah totaliternya dengan berpihak kepada salah satu pasangan calon Presiden dan calon Wakil Presiden. “Sehingga mencoreng esensi demokrasi,” tandas Rendi.
Menurutnya, seorang pejabat negara yang dipilih langsung oleh rakyatnya sendiri sudah sepatutnya menghargai dan menghormati hak setiap warga negara untuk menentukan pilihannya masing-masing.
“Kami menegaskan bahwa demokrasi harus dijaga dengan sungguh-sungguh dan ketidaknetralan pemerintah dalam proses pemilihan umum adalah ancaman serius terhadap fondasi demokrasi itu sendiri,” papar Rendi.
Sikap ugal-ugalan dan keberpihakan yang terlihat jelas, kata Rendi, merupakan tindakan yang tidak sesuai dengan semangat demokrasi yang seharusnya membawa keadilan, kesetaraan dan partisipasi aktif dari seluruh elemen masyarakat.
Badan Eksekutif Mahasiswa UAD mengajak Presiden dan seluruh penyelenggara negara di pusat dan daerah untuk merefleksikan kembali prinsip-prinsip demokrasi, menjaga netralitas dan menghindari keberpihakan yang dapat merugikan proses demokrasi.
“Dalam konteks ini, kami menuntut agar presiden dan jajaran penyelenggara negara tidak menggunakan fasilitas negara dan bantuan pemerintah untuk kepentingan elektoral kandidat tertentu,” papar Rendi.
Selain itu, BEM UAD menekankan pentingnya peran Bawaslu, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu dan seluruh elemen pengawas Pemilu untuk bersikap adil dan tegas dalam menindak pelanggaran serta kecurangan Pemilu.
KPU dan seluruh jajaran penyelenggara Pemilu juga diingatkan BEM UAD untuk menyelenggarakan proses Pemilu secara luber jurdil dan bermartabat. “Tanpa adanya intervensi yang dapat merusak integritas demokrasi,” ungkap Rendi.
Mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan mengambil sikap kritis dan berkomitmen berdiri tegak di hadapan kekuasaan yang tidak mematuhi prinsip-prinsip demokrasi, kesetaraan dan keadilan.
Sebagai bentuk kepatuhan atas Undang-undang yang berlaku, juga komitmen sebagai warga negara yang sadar bahwa kepentingan negara jauh lebih tinggi daripada kepentingan kelompok atau golongan, maka BEM UAD memaksa kepada para pejabat pemerintah yang saat ini mencalonkan diri ataupun menjadi tim pemenangan salah satu paslon bersikap tidak netral, harus mundur dari jabatannya sekarang juga.
“Sebab, bagi mereka yang senantiasa mengutamakan kepentingan pribadi daripada kepentingan negara, maka sangat tidak pantas bagi mereka untuk ikut terlibat dalam kampanye pemenangan salah satu paslon sedangkan dirinya masih menjabat,” kata Rendi.
Maka, lanjut Rendi, mundurlah saat ini juga atau akan diturunkan secara paksa oleh rakyat sendiri.
“Perlu kami tegaskan bahwa gerakan ini adalah gerakan kultural, gerakan yang muncul atas dasar kesadaran bersama, yakni bahwa saat ini terdapat berbagai upaya merongrong demokrasi di Indonesia,” katanya.
Sebagai bentuk tanggung jawab warga negara, panggilan ibu pertiwi masuk ke dalam sanubari, berbisik dengan lantang bahwa Indonesia sedang tidak baik-baik saja.
“Apabila di kemudian hari ada yang mengklaim bahwa gerakan ini telah ditunggangi oleh kepentingan tertentu, maka kami siap berhadapan pada siapapun untuk menyatakan dengan tegas bahwa kami adalah sebuah kesadaran yang dibangunkan oleh tangisan Ibu Pertiwi,” tandasnya.
BEM UAD berdiri dengan tekad serta keyakinan yang kuat bahwa tidak ada yang kami takuti selain Allah SWT. (Fan)