Made Emilia Cahyati, Anak Keluarga Transmigran Diterima Kuliah Gratis di UGM

0
11
Emil (baju merah) tidak menyangka akan diterima kuliah di UGM. (Foto: Humas UGM)

KABAREWISATA.COM – Made Emilia Cahyati (18), anak kedua pasangan I Kadek Somadana (44) dan Ni Luh Ernawati (40) dari Desa Tommo 1, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat, diterima kuliah di Prodi Ilmu dan Industri Peternakan, Fakultas Peternakan UGM lewat jalur Seleksi Nasional Berbasis Prestasi (SNBP).

Emil tidak menyangka akan diterima kuliah di UGM. Menurut cerita para gurunya, belum pernah satupun alumni SMA 1 Pangale, Kabupaten Mamuju Tengah, yang diterima kuliah di UGM.

Emil meyakinkan dirinya untuk memilih kuliah di UGM dikarenakan sejak sekolah di SD hingga SMP dan SMA, ia tidak bisa melanjutkan pendidikan ke sekolah favorit. Bahkan, jarak SMA dari rumahnya ditempuh 45 menit menaiki sepeda motor melewati area kebun sawit.

Tidak hanya lolos masuk UGM tanpa tes. Emil juga mendapat beasiswa UKT Pendidikan Unggul Bersubsidi sebesar 100 persen alias uang kuliah gratis dari UGM.

Mengenakan sepatu boot, I Kadek Somadana yang membawa galah bambu yang ujungnya sudah dipasang sabit untuk memanen buah sawit dan melepas pelepah sawit yang sudah tua, sangat gembira anaknya diterima di UGM Yogyakarta. Demikian pula istrinya Ni Luh Ernawati, merasa senang.

Sang kakek, Made Yarnita (69), nampak sumringah melihat sang cucu bisa melanjutkan kuliah di UGM. Meski ia sendiri tak tahu banyak soal pendidikan. Pada tahun 1983 berangkat naik kapal dari Buleleng, Bali, merantau ke Mamuju sebagai transmigran.

Keluarga I Kadek Somadana sudah lama menetap di area kawasan transmigrasi yang berada sekitar 84 kilometer dari Kota Mamuju.

Di desa ini hampir semua keluarga transmigran bertanam sawit setelah padi tidak lagi cocok untuk ditanam di bekas rawa yang sudah mengering.

Kadek mengolah lahan sawit milik ayahnya. Hampir 15 tahun keluarga Kadek menggantungkan penghasilan dari hasil panen kebun sawit. Setiap dua minggu sekali, Kadek bisa panen sekitar 4-5 kuintal buah sawit. Satu kilogram buah sawit dijual Rp 2.000,- ke pengepul. Rata-rata setiap bulannya dapat Rp 2 juta.

Uang dari penghasilan sawit digunakan Kadek untuk menghidupi tiga orang anaknya dan kedua orang tuanya yang tinggal serumah dengannya. Sambil menunggu panen sawit, Kadek juga bekerja serabutan bila ada tetangga yang mengajaknya untuk jadi buruh harian lepas.

Meski dari kecil dan besar hidup di wilayah transmigran, Kadek bertekad untuk menyekolahkan anaknya ke jenjang perguruan tinggi.

Emil langganan juara kelas, masuk rata-rata tiga besar. Ketertarikannya pada pelajaran matematika dan sastra mendorongnya mengikuti berbagai perlombaan dan berhasil menjadi juara.

Emil pernah mendapat juara pertama bidang matematika pada lomba Olimpiade Sains Nasional pada April 2023 se-Sulawesi Barat.

Selain itu pernah meraih juara pertama bidang lomba menulis cerpen pada Festival Lomba Siswa Nasional (FLS2N) jenjang SMA tingkat Kabupaten Mamuju Tengah.

Di tingkat nasional, Emil juga pernah lolos lomba Utsawa Dharmagita Agama Hindu tahun 2021 yang diselenggarakan Dirjen Bimbingan Masyarakat Hindu Kemenag RI untuk kategori remaja. Tahun 2024 kembali lolos di ajang yang sama diselenggarakan di Solo, Jawa Tengah.

Meski tinggal di kawasan transmigran, tidak menyulutkan langkah Emil untuk bisa mengenyam kuliah di UGM. Berbagai cara ia lakukan untuk bisa masuk UGM. Tanpa tes.

“Tidak ada yang tidak mungkin asal kita mau berusaha,” kata Emil yang sejak awal sudah niat masuk UGM.

Meski sekolahnya termasuk daerah 3T dan ketika SMA sekolahnya tidak masuk daftar rangking 1.000 SMA terbaik di Indonesia, paling tidak Emil bisa masuk ke kampus favorit di Yogyakarta. (Fan/*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here