Jajan dan Makan yang Halal dan Thoyyiban

0
6
Oplus_0

KABAREWISATA.COM – Memang aneh. Dan diyakini zaman sudah mulai edan. Lha wong makan yang halal saja masih banyak, kok ada yang memilih yang haram. Padahal dari sisi kesehatan juga tidak direkomendasikan. Apalagi agama Islam menolak yang haram.

Diceritakan Dra Hj Mursida Rambe, Ketua Halal Club Yogyakarta (HCY), awal berdirinya HCY dimulai dari kerisauan GKR Mangkubumi ketika berada di luar negeri.

“Waktu itu ditanyakan oleh orang asing apakah ada halal club di Yogyakarta? Ditanya seperti itu GKR Mangkubumi bingung, sebab kondisi masyarakat di Yogyakarta sudah terbiasa dengan makanan yang halal,” kata Mursida Rambe.

Ditambahkan Mursida, andaikan ada yang hobi makan yang haram, itu sangat sedikit. “Walau tak sebanyak di Solo,” paparnya.

Menyoal program jajan dan makan yang halal dan thayyiban, Mursida Rambe mengatakan bahwa dengan keberadaan makanan yang halal dan destinasi wisata yang ramah muslim akan mewujudkan Yogyakarta semakin dirindukan.

HCY bersama Perkumpulan Pariwisata Halal Indonesia DIY (PPHI), Ikatan Saudagar Muslim Indonesia (ISMI) DIY, Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) DIY PPJI DIY dan HIPMI Syariah DIY, akan mewujudkan ramah muslim. Dan itu adalah bagian dari Sapta Pesona dalam konteks pariwisata.

Disampaikan Arief Sulfiantono dari Dinas Pariwisata DIY, saat ini sangat perlu adanya masukan bagaimana kampanye halal yang mendukung terwujudnya pariwisata ramah muslim di Yogyakarta.

Semakin banyak restoran dan rumah makan yang memiliki sertifikat halal akan membuat para wisatawan menjadi nyaman dan tidak harus kebingungan saat mereka membutuhkan makanan halal.

Apakah makanan nonhalal harus juga mengumumkan dirinya sebagai kategori makanan tidak halal bagi muslim? Andaikan hal ini dilakukan adalah lebih baik dan transparan.

Taufik Ridwan, Ketua PPHI DIY, berharap harus ada kampanye dalam keterbukaan menu makanan yang dijual masyarakat. “Misalnya, ada yang jual bakso dengan daging babi atau celeng, harus berani menyampaikan makanan yang dijualnya adalah haram bagi muslim,” ungkapnya.

Bagi Taufik, jangan sampai barang yang jelas haram dikampanyekan halal bagi semua. “Itu adalah suatu pembodohan,” kata Taufik Ridwan yang expert di dunia komunikasi dan periklanan.

Dijelaskan Taufik, kasus penjual bakso di Bantul yang dipasangi spanduk tidak halal oleh MUI karena memang baksonya terbuat dari daging babi. “Itu adalah kasus yang harus didukung dan ditegakkan serta mendapat dukungan,” paparnya.

Di sisi lain Dandan Hermawan, Sekretaris MES DIY, sangat berharap adanya kampanye untuk mendapatkan sertifikat halal bagi produk apapun. “Itu sangat penting,” tandasnya.

Event Jogja Halal Festival yang digelar setiap dua tahun di JEC Yogyakarta adalah contoh event yang harus didukung semua pihak, utamanya pemerintah. Sebab, semua produk yang dipamerkan telah bersertifikat halal.

Produk makanan, minuman, kosmetik, fashion dan produk lain yang telah tersertifikasi halal akan lebih menentramkan.

Kebiasaan untuk berani mendapatkan sertifikat halal harus didukung oleh pemerintah dan masyarakat serta organisasi. “Jangan sampai berhenti,” harap Dandan Hermawan.

Sertifikat halal pasti memberikan efek domino yang bagus. Dan kesadaran ini harus dimiliki setiap pengusaha. Sertifikat halal bukan penghambat usaha, tetapi akan menjadi trust masyarakat bahwa halal itu penting untuk kebutuhan jasmani dan ruhani. (Fan)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here