Diperlukan, Mitigasi dan Respons Menanggapi Risiko Kebencanaan

0
2

KABAREWISATA.COM — Upaya mitigasi dan respons menanggapi resiko kebencanaan sangat diperlukan oleh pemerintah dan masyarakat pasca bencana banjir bandang melanda Sumatera pada akhir November 2025 lalu.

Pasalnya, perubahan cuaca ektsrem, bencana geologi dan ekologi yang semakin kompleks. Mengingat musim hujan baru memasuki fase awal dan potensi kejadian serupa masih terbuka berpotensi melanda daerah daerah lain di Indonesia.

Untuk meminimalisir jatuhnya korban jiwa dan kerusakan infrastruktur, menuntut langkah respons yang lebih terukur dari pemangku kepentingan.

Hal itu mengemuka dalam Diskusi Pojok Bulaksumur bertajuk “Menelisik Penyebab dan Dampak Banjir Bandang Sumatra” di selasar Tengah Gedung Pusat UGM pada 4 Desember 2025.

Disampaikan Prof Ir Dwikorita Karnawati, M.Sc, Ph.D, mantan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sekaligus Guru Besar Teknik Geologi Fakultas Teknik UGM, Indonesia telah memiliki sistem peringatan dini yang bekerja sejak jauh hari sebelum bencana terjadi.

BMKG mengeluarkan peringatan sejak September 2025, lalu memperbaruinya pada 21 November 2025 dengan menyebutkan wilayah yang berpotensi terdampak.

Menurutnya, tantangan muncul ketika kapasitas respons pemerintah daerah tidak berkembang secepat informasi yang diberikan. “Early warning, early response. Peringatan dini harus selalu diikuti dengan respons dini,” ujarnya.

Dalam forum tersebut, Dwikorita menegaskan bahwa efektivitas mitigasi tidak berhenti pada kemampuan mendeteksi ancaman. “Tetapi pada kesiapan bertindak ketika peringatan telah disampaikan,” paparnya.

Ia menjelaskan bahwa sistem informasi yang kuat perlu diimbangi dengan respon operasional yang bergerak cepat di tingkat daerah. Kesiapsiagaan harus berjalan seirama dengan dinamika cuaca ekstrem yang dapat berubah dari jam ke jam.

Bagi Dwikorita, kesiapan teknis di lapangan menjadi bagian yang sangat menentukan dalam mereduksi dampak bencana. Pemeriksaan tanggul, pengerukan sungai, pembersihan drainase dan kesiapan alat berat merupakan langkah dasar yang perlu segera dilakukan.

Pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa komunikasi kebencanaan di tingkat masyarakat masih belum optimal. “Istilah siaga sering tidak dipahami masyarakat sehingga responsnya tidak muncul pada waktu yang dibutuhkan,” kata Dwikorita.

Dari sisi lingkungan Dr Ir Hatma Suryatmojo, S.Hut, M.Si, IPU, menekankan bahwa pemulihan kawasan hulu merupakan komponen kunci dalam pengurangan risiko jangka panjang. “Tanpa pemulihan ekosistem di kawasan hulu, risiko bencana akan tetap berada pada tingkat yang tinggi,” ujarnya.

Dari perspektif kesehatan Bayu Satria Wiratama, MPH, Ph.D, mengingatkan bahwa 24-72 jam pascabencana merupakan fase yang sangat menentukan.

Ketersediaan air bersih, sanitasi, dan pengaturan ruang pada shelter menjadi penentu untuk mengurangi risiko penyakit menular. Leptospirosis, diare, dan infeksi lain mudah berkembang pada kondisi lingkungan yang tidak terjaga. “Shelter harus memastikan kebersihan, pasokan air dan pengaturan ruang agar risiko penularan dapat ditekan,” ujarnya.

Bayu juga menyoroti pentingnya penanganan kesehatan mental sejak tahap awal tanggap darurat. Banyak penyintas mengalami kecemasan dan stres berat akibat kehilangan dan tekanan situasional.

“Penanganan psikologis awal penting dilakukan agar gejala tidak berkembang menjadi kondisi yang lebih serius,” katanya.

Di sisi lain Dr dr Rustamaji, M.Kes, Direktur Direktorat Pengabdian kepada Masyarakat, memaparkan langkah-langkah yang sedang dijalankan oleh Unit Tanggap Bencana UGM (DERU) untuk membantu penanganan di wilayah terdampak.

Tim melakukan pendataan mahasiswa dan keluarga berisiko, mengirim tenaga medis dan menyiapkan dukungan logistik serta infrastruktur air bersih.

Rustamadji menekankan, koordinasi lintas unit di UGM menjadi elemen penting agar bantuan yang dikirim tetap relevan dengan kebutuhan lapangan.

“Kami memastikan setiap langkah yang diambil selaras dengan kebutuhan riil masyarakat dan mampu memperkuat daya tahan mereka setelah fase darurat,” pungkasnya. (*/Fan)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here