Aisyiyah Luncurkan Buku Islamic Green School, Panduan Praktis Sekolah Ramah Lingkungan

0
3

KABAREWISATA.COM – Dalam beberapa tahun terakhir, isu perubahan iklim dan kerusakan lingkungan menjadi tantangan global yang mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, termasuk sektor pendidikan.

Muhammadiyah dan Aisyiyah sebagai organisasi Islam yang telah berdiri lebih dari satu abad, memiliki tanggung jawab moral untuk menghadirkan solusi nyata melalui pendidikan yang inovatif dan berkelanjutan.

Jelang Tanwir I Aisyiyah, Pimpinan Pusat Aisyiyah meluncurkan Buku Islamic Green School sebuah pedoman praktis Sekolah Ramah Lingkungan. Islamic Green School diharapkan menjadi wujud konkret dari komitmen ini dan menjadi gerakan nasional.

Peluncuran buku yang dilaksanakan di Aula Lantai 6 Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah dihadiri 82 orang berasal Majelis, Lembaga, Ortom PP Muhammadiyah dan PP Aisyiyah serta dari Ikatan Guru Aisyiyah Bustanul Athfal (IGABA) se-Indonesia serta lebih dari 409 orang peserta dari PWA se-Indonesia yang bergabung secara daring melalui zoom.

Buku yang diawali oleh niat kuat Eco Bhinneka Muhammadiyah membuat model Islamic Green School dengan Aisyiyah Boarding School Bandung, Jawa Barat. Penyusunan buku panduan tersebut didukung penuh oleh Majelis PAUD Dasmen PP Aisyiyah dan LLHPB PP Aisyiyah.

Hal tersebut kemudian diluaskan menjadi gerakan nasional dengan menyusun buku panduan Islamic Green School oleh pakar-pakar pendidikan dari Pimpinan Wilayah Aisyiyah (PWA) Jawa Barat.

Peluncuran buku itu bukan hanya wujud syukur atas selesainya panduan yang kemudian akan digunakan oleh Majelis PAUD Dasmen Aisyiyah serta pihak-pihak terkait, tapi bagian dari syiar Pra Tanwir I Aisyiyah yang akan dilaksanakan di Jakarta pada 15-17 Januari 2025 dengan tema “Dinamisasi Perempuan Berkemajuan Mewujudkan Indonesia Berkeadilan”.

Ketua Pimpinan Pusat Aisyiyah, Prof Masyitoh Chusnan, menyampaikan, buku tersebut sebagai langkah yang penting, mendesak dan strategis di tengah era globalisasi yang serba instan dan berdampak pada lingkungan hidup.

Prof Masyitoh menekankan bahwa ibu-ibu Aisyiyah merupakan ujung tombak dakwah lingkungan. “Kami berharap buku ini menjadi panduan guru dalam mengenalkan lingkungan sesuai usia anak didik sehingga lebih tepat sasaran,” imbuhnya.

Disebutkan Masyitoh, PP Aisyiyah terus mendorong penerbitan karya intelektual yang lainnya. “Buku ini kelak merupakan aset intelektual yang tidak pernah punah,” ucapnya.

Wamendikdasmen, Dr Fajar Riza Ul Haq, menyampaikan, peran sekolah sangat penting dalam menjaga lingkungan. “Buku ini menjadi kontribusi signifikan untuk membangun kesadaran ekologis di sekolah sebagai rumah kedua bagi anak-anak,” kata Fajar.

Menurut Fajar, anak-anak perlu lebih mengenal persoalan kehidupan yang mengancam eksistensi. “Sehingga mereka memiliki kesadaran yang berkelanjutan dan mampu menempatkan diri sebagai khalifah yang memakmurkan serta melestarikan sumberdaya alam,” terangnya.

Fajar juga mengingatkan bahwa perubahan iklim telah menjadi ancaman nyata, seperti banjir di Abu Dhabi dan cuaca ekstrem yang mengganggu pelaksanaan ibadah haji. “Anak-anak harus dikenalkan dengan efek negatif pemanasan global agar mereka memahami dan mengambil peran dalam mitigasi serta adaptasi,” tambahnya.

Prayoga Rendra Vendiktama, Penelaah Teknis Kebijakan di Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kemendikdasmen, menyampaikan, pihak Kemendikdasmen turut menggaungkan pentingnya pendidikan iklim. “Pemahaman, aksi nyata, dan berbagi adalah tujuan yang ingin dicapai dalam pendidikan iklim,” papar Prayoga.

Pertama, lanjut Prayoga, kita ajak peserta didik untuk memahami isu perubahan iklim termasuk dampak-dampak yang dirasakan. “Lalu, kita ajarkan mereka untuk melakukan aksi nyata, bisa berupa adaptasi maupun mitigasi terhadap perubahan iklim,” ujarnya.

Setelah aksi nyata, ujungnya adalah berbagi, bagaimana peserta didik bisa menggerakkan keluarga dan komunitas untuk menanggulangi perubahan iklim.

Ketua Tim Kerja Pengurangan Emisi GRK Sektor Sampah Kementerian Lingkungan Hidup, Andina Novita Tas’ang, menyoroti peran ibu-ibu dalam pengelolaan sampah rumah tangga.

Andina menjelaskan, sampah makanan masih menjadi kategori sampah terbanyak. “Dan jika tidak dikelola dengan baik dapat menghasilkan emisi gas rumah kaca yang mempercepat perubahan iklim,” paparnya.

Disampaikan Andina, kita bisa mulai dari rumah dengan memilah sampah. Pendidikan minim sampah harus melibatkan seluruh ekosistem sekolah. “Termasuk orang tua murid, siswa dan masyarakat sekitar sekolah,” katanya.

Hal yang paling mendasar, lanjutnya, bisa dimulai dengan pembiasaan gaya hidup minim sampah. “Ini bisa dilakukan para individu untuk berpikir mengurangi sampah. Setiap individu sadar dengan sampah yang dihasilkannya dan tahu gimana cara mengolahnya,” ajaknya.

Di sisi lain Rahmawati Husein, Ketua Lembaga Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana (LLHPB) PP Aisyiyah, menekankan pentingnya Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) terhadap perubahan iklim menciptakan ketangguhan di lingkungan pendidikan.

Sepuluh tahun terakhir, perubahan iklim meningkatkan tren bencana hidrometeorologi seperti banjir, longsor, putting beliung, kekeringan dan kebakaran hutan dan lahan.

“Ketangguhan di sekolah perlu kita ciptakan untuk melindungi peserta didik, guru dan tenaga kependidikan lainnya dari risiko bencana di sekolah,” ungkapnya.

Aisyiyah memiliki potensi luar biasa dengan belasan ribu Amal Usaha Aisyiyah bidang pendidikan serta ratusan ribu guru dan tenaga pendidiknya. “Tantangannya adalah bagaimana melindungi investasi pendidikan dari risiko bencana,” ujar Rahmawati.

Menurut Rahmawati, penerapan SPAB merupakan bentuk dari pemenuhan hak setiap anak untuk memperoleh kehidupan yang aman dari bencana selama menempuh pendidikan di sekolah.

“Dengan kita bersiap, harapannya kita tidak ikut mencelakakan anak didik kita dan tidak ikut berkontribusi merusak amal usaha pendidikan kita. Bayangkan, kita sudah infak bertahun-tahun, rusaknya dalam semenit ketika bencana,” ujarnya.

Upaya SPAB bisa dibangun melalui penyediaan fasilitas sekolah yang aman, pengembangan perilaku kesiapsiagaan dengan manajemen bencana di sekolah dan pemberian pendidikan tentang pencegahan dan pengurangan risiko bencana.

Fitniwilis, Ketua Majelis PAUD Dasmen PP Aisyiyah, mengungkapkan, mengubah perilaku bukan sesuatu pekerjaan yang mudah. Maka, untuk bisa membina perilaku yang menetap atau kebiasaan baru, perlu kerja dan bergerak bersama dengan seluruh warga sekolah.

Untuk membangun kebiasaan perlu mengubah hatinya. “Jadi, program kita arahkan untuk membangun kesadaran dan aktifitasnya arif terhadap lingkungan,” terangnya.

Strateginya harus gerakan bersama. Tidak bisa kepala sekolah saja, guru saja atau siswa saja. “Namun semua warga sekolah terlibat,” imbuhnya.

Beberapa kegiatan yang bisa dilakukan di sekolah antara lain menanam pohon, melakukan pemilahan sampah, hemat energi hingga kreasi daur ulang sampah.

Amalia Nur Milla dan Dyah Lyesmaya, perwakilan tim penulis buku, menjelaskan tentang buku dan cara mengimplementasikan Islamic Green School.

Di dalam buku ini terdapat nilai-nilai ideologi Muhammadiyah yang bersumber dari Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah. “Di antaranya kehidupan dalam menjaga lingkungan hidup,” kata Amalia.

Dyah menjelaskan, terdapat tiga langkah utama mengimplementasikan Green School. “Yaitu kita lakukan penilaian awal sekolah, membentuk tim green school dan menyusun rencana aksi lingkungan,” terang Dyah.

Sebagai penutup, Hening Parlan, Direktur Eco Bhinneka Muhammadiyah, menggarisbawahi bahwa Islamic Green School tidak hanya berhenti di buku, tetapi harus diwujudkan melalui aksi nyata (Islamic Green Action).

“Kita butuh inovasi yang dimulai dari obrolan kecil hingga menjadi gerakan besar. Pola asuh, gaya hidup hijau dan keterlibatan masyarakat sekitar sekolah adalah kunci keberhasilan Islamic Green School,” katanya.

Peluncuran Islamic Green School bersamaan dengan Tanwir I Aisyiyah yang diharapkan akan menjadi tonggak penting dalam upaya Muhammadiyah dan Aisyiyah untuk mendorong integrasi nilai-nilai keislaman dengan praktik keberlanjutan.

Kegiatan ini merupakan kerjasama antara Eco Bhinneka Muhammadiyah, Lembaga Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana (LLHPB) PP Aisyiyah, Majelis PAUD Dasmen PP Aisyiyah dan Pimpinan Wilayah Aisyiyah (PWA) Jawa Barat, yang dirancang untuk memperkenalkan konsep Islamic Green School kepada masyarakat luas sekaligus menginspirasi berbagai pihak untuk mengembangkan model pendidikan serupa di wilayah masing-masing dan menjadi gerakan nasional.

Peluncuran buku Islamic Green School menjadi bagian dari program Green Aisyiyah yang bertujuan meliterasi perubahan iklim dan pengurangan risiko bencana di lingkungan sekolah serta merupakan hasil putusan Rakernas LLHPB ‘Aisyiyah 2022-2027.

Saat ini sejumlah wilayah telah berhasil mengembangkan praktik-praktik pendidikan berkelanjutan, seperti pengelolaan sekolah berbasis ekologi, pengajaran berbasis lingkungan serta pendekatan inovatif dalam pengelolaan limbah dan energi di lingkungan sekolah.

Keberhasilan ini menjadi pijakan kuat untuk menghadirkan Islamic Green School sebagai model pendidikan berkemajuan yang relevan dengan tantangan global. (Fan)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here