KABAREWISATA.COM – Ni Putu Dinda Regina (18), tak henti-hentinya menyeka air mata. Ia bersyukur bisa diterima kuliah di Prodi Ilmu Hukum UGM (Universitas Gadjah Mada).
Regina merasa seperti mimpi melihat kenyataan dirinya diterima kuliah di Fakultas Hukum UGM. Tidak terbayangkan sebelumnya, seorang anak gadis desa yang tinggal di pedalaman perbukitan bisa kuliah di salah satu universitas bergengsi di Indonesia.
Melihat kondisi ekonomi keluarga yang mengandalkan dari upah pengrajin anyaman sokasi dan sulit untuk membiayai kuliahnya kelak, ia berencana melamar kerja di toko.
Beruntung, guru BK (Bimbingan Konseling) di sekolahnya menyarankan untuk mendaftar kuliah sambil mencari peluang beasiswa. Saran itupun diambil oleh Regina.
Keluarga Regina tinggal di daerah sulit air. Tepatnya di perbukitan Desa Tigawasa, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, Bali. Adapun SMAN 1 Singaraja jaraknya 17 kilometer dari rumahnya.
Kehidupan yang sulit tidak menyurutkan langkah Regina untuk menjadi penjaga keadilan hukum di masyarakat, yang sudah dicita-citakan sejak kecil. Beruntung, ia diterima di Fakultas Hukum UGM dengan beasiswa UKT Pendidikan Unggul Bersubsidi 100 persen.
Saking tidak percaya dirinya, ia sempat menyembunyikan informasi terkait pendaftaran kuliahnya di UGM pada teman-teman di sekolahnya. “Saya nggak kepikiran akan kuliah, maunya bakalan kerja dulu nanti baru kepikiran kuliah,” kenang alumni SMAN 1 Singaraja.
Regina masih ingat, saat ia menyampaikan maksudnya untuk mendaftar kuliah kepada ibunya Ni Kadek Nely Supriyati (43). Dengan meyakinkan ibunya tidak usah khawatir soal biaya karena ia juga mendaftar beasiswa.
Di sekolahnya, Regina dikenal sebagai anak yang cukup cerdas. Sering juara kelas. Nilai mata pelajaran IPS seperti Geografi dan Ekonomi selalu mendapat nilai 9. Selama tiga tahun sering juara 2 dan pernah juara 4 pas di awal. “Tapi nilai selalu naik terus,” ujarnya.
Untuk mendukung belajar di sekolah, Regina mengandalkan buku-buku LKS yang dibeli di sekolah. Sedangkan untuk buku cetak didapatkan dari sekolah secara gratis.
Waktu belajar, Regina mengaku menyempatkan 1-2 jam jelang tidur. Sore hari setelah pulang sekolah membantu ibunya buat anyaman. Sekitar jam 20.00 mulai belajar dan buka buku.
Mengingat kehidupan keluarganya penuh kesederhanaan, Regina tahu diri. Tidak menuntut banyak kepada kedua orang tuanya. Apalagi sang ayah I Gede Suastra Jaya (44) beberapa tahun lalu pernah terkena serangan stroke ringan. Praktis, pekerjaan yang dilakoninya sekarang ini membantu sang istri membuat anyaman dan berjualan bensin eceran di depan rumah.
Kedua orang tua regina sangat senang anak sulungnya diterima kuliah di PTN. Ayah dan ibunya tampak senang, namun juga tidak bisa menyembunyikan raut sedih di wajah mereka: memikirkan soal biaya Regina ketika kuliah kelak.
Sang ibunda, Nely Supriyati, tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya setelah mengetahui anaknya mendapat beasiswa UKT Pendidikan Unggul Bersubsidi 100 persen dari kampus UGM.
Beasiswa UKT itu sangat membantu beban ekonomi keluarganya. Regina mengaku, dari penghasilan ibu dan ayahnya sebagai pengrajin, hanya cukup untuk menyambung hidup dari hari ke hari.
Setiap harinya, keduanya dapat menyelesaikan 3-4 anyaman sokasi. Untuk satu sokasi dijual ke pengepul seharga Rp 20 ribu. Dari satu anyaman sokasi ini bisa mendapatkan keuntungan bersih Rp 15 ribu dipotong biaya pembelian bahan baku. (Fan/*)